Dari berbagai variasi tema, karakter tokoh-tokoh, alur cerita, bahasa dan gaya penulisannya, sampai ke cara menggambar sebuah kisah di komik, pasti kita pernah kan menemukan komik yang ceritanya hangat. Entah apakah kehangatan cerita itu dikemas secara simpel maupun rumit, tetapi kita jadi merasa nyaman membacanya seolah kita lagi dipuk-puk di bahu setelah menjalani hari yang berat. Kebanyakan cerita bernuansa hangat ini akan membahas seputar relasi keluarga, persahabatan, atau ada juga yang tentang kolega kerja yang suportif (misalnya nuansa kehangatan seperti di drama Korea Misaeng). Waktu pertama kali membaca komik “Juru Masak Para Maiko”, nuansa hangat itu yang saya rasakan dan saya langsung terkesan dengan komik ini. Para tokohnya saling mendukung dan bekerja keras dengan baik. Komik ini menyajikan tidak hanya ragam makanan dan cara memasaknya, tapi juga bagaimana si tokoh utama, Kiyo, dalam pekerjaannya sebagai koki sebuah wisma Geisha selalu tulus menyiapkan semua makanan itu untuk rekan-rekan kerjanya.
Juru Masak Para Aiko
Komik karya Aiko Koyama ini diterbitkan oleh Shogakukan pada tahun 2017 dengan judul Maiko-San Chi No Makanai-san dan diterbitkan di Indonesia oleh PT Elex Media Komputindo pada tahun 2019. Dalam komik ini diceritakan tentang kehidupan sehari-hari Kiyo seorang gadis yang bekerja di Kyoto sebagai koki di sebuah wisma Geisha. Kyoto yang merupakan ibukota lama Jepang memang terkenal dengan budaya tradisionalnya yang masih betul-betul dipertahankan dan juga menjadi salah satu tujuan pariwisata Jepang favorit wisatawan. Salah satu unsur budaya tradisional yang masih bertahan dan terkenal di sana adalah profesi Geisha. Kiyo dan sahabatnya Suu datang dari kampung halamannya di Aomori ke Kyoto untuk menjalani pendidikan sebagai Geisha. Singkat cerita, sebelum dapat dilantik menjadi Geisha yang resmi, mereka harus memenuhi level sebagai Maiko. Tetapi Kiyo yang ceroboh tidak memenuhi syarat untuk menjadi Maiko. Ia selalu gagal dalam pelatihan dan terdesak dalam situasi harus pulang kampung. Walaupun gagal menjadi Maiko, ia masih ingin bisa bekerja dan tidak ingin pulang begitu saja. Lalu akhirnya karena suatu kondisi (menghindari spoiler, silakan dibaca di komiknya, komik yang asli ya tapi, hehe..), Ibu pemilik wisma memberikan kesempatan untuk Kiyo menjadi koki di wisma tersebut. Rangkaian perjalanan kreatifitas Kiyo sebagai koki wisma Geisha dan berbagai kisah hangat lainnya yang mendampingi proses masak-memasak Kiyo bisa kita baca di komik ini.
Prefektur Aomori, Konamon, dan Kamasu Mochi
Sebelumnya kita sudah tahu kalau Kiyo bukan asli dari Kyoto melainkan dari prefektur Aomori yang letaknya di titik paling utara pulau Honshu. Aomori yang terkenal sebagai daerah penghasil apel ini (wah, seperti kota Malang di Indonesia ya..) berada di kawasan Tohoku. Luas total dari prefektur ini adalah 9,606.83 km2 dan terbagi ke dalam tiga wilayah yaitu Tsubaru, Nanbu, dan Shimokita. Nah Kamasu Mochi ini adalah makanan khas dari dari wilayah Nanbu.
Salah satu yang khas dari wilayah ini adalah tradisi kuliner Konamon, yaitu ragam makanan yang berbahan dasar tepung. Walaupun secara umum di Jepang istilah tersebut untuk menandai makanan seperti okonomiyaki, takoyaki dan berbagai jenis mie, tapi di wilayah ini istilah Konamon merujuk kepada tradisi budaya kuliner lokal yang sudah berjalan sejak ratusan tahun lalu. Tidak hanya yang berjenis mie, tetapi juga senbei, berbagai jenis mochi, dan sup pangsit menjadi bagian dari budaya kuliner Konamon ini. Hal ini dikarenakan wilayah tersebut sering dilewati oleh angin Yamase yang menyebabkan para petani sulit mengolah lahan untuk menanam padi, sehingga digunakanlah biji-bijian lain yang lebih tahan dengan cuaca dingin (misalnya gandum) dan dibuat menjadi tepung. Oleh karena itu walaupun disebut mochi, Kamasu Mochi yang berbentuk setengah lingkaran ini berbahan dasar tepung, bukan nasi yang ditumbuk halus.
Nama Kamasu Mochi adalah nama yang digunakan di distrik Kamakita, sementara di kota Hachinohe kue ini disebut juga Baori Mochi, tapi umumnya makanan manis ini dikenal dengan nama Kinka Mochi. Kata Kinka yang artinya emas atau harta karun ini berkaitan dengan bahan isiannya yaitu gula coklat yang kabarnya pada zaman dahulu dianggap bahan yang langka dan mahal. Umumnya kue ini memiliki isian berupa gula coklat, miso manis, dan kacang walnut. Cara memasak kamasu mochi adalah dengan direbus di air mendidih sampai mengambang.
(saya tidak ketemu video ber-subtitle Inggris atau Indonesia, harap maklum ya, hehehe.. Yang penting kita tetap bisa lihat ya seperti apa bentuk dan cara memasaknya. :D )
Kamasu Mochi atau Kinka Mochi biasanya disajikan di altar keluarga sebagai hantaran untuk menghormati leluhur selama festival Obon/Bon tiap tanggal 16 Agustus. Selain itu kue ini juga disajikan di altar setiap tanggal 4 Desember selama upacara untuk dewa pertanian. Dalam kehidupan sehari-hari kue ini juga sering dikonsumsi pada waktu istirahat ketika bertani.
Referensi:
https://www.umai-aomori.com/202107/kinkamochi/
Comentários